Dalam beberapa tahun belakangan ini banyak penyelenggara program pensiun, khususnya Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), yang melakukan kajian kembali atas program pensiun yang telah lama dilaksanakannya. Perlukah Program Pensiun Di-redesign, Konversi atau Tetap Dilanjutkan ?
Dalam beberapa tahun belakangan ini banyak penyelenggara program pensiun, khususnya Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), yang melakukan kajian kembali atas program pensiun yang telah lama dilaksanakannya. Terdapat beberapa alasan yang melatar-belakangi Pemberi Kerja melakukan kajian atas program pensiunnya, antara
lain.
- Ingin melaksanakan program pensiun yang biayanya lebih terprediksi.
- Menyesuaikan atau mengikuti kecenderungan praktek yang dilaksanakan di industri (market practice).
- Menyesuaikan dengan kebijakan perusahaan dibidang SDM, misalnya reward ingin lebih difokuskan pada kinerja
karyawan dari pada masa kerja.
- Adanya arahan-arahan dari pemegang saham, misalnya agar ada keseragaman dalam grup perusahaan.
Alasan-alasan diatas telah mendorong banyak penyelenggara program pensiun mengkaji kembali programnya, yang pada akhirnya melakukan perubahan sesuai dengan hasil kajian. Hasil kajian atas program pensiun tersebut akan berkisar
pada kesimpulan berikut :
- Merancang kembali (re-design) program pensiun
- Mengkonversi program pensiun (manfaat pasti) menjadi program pensiun Iuran Pasti (PPIP)
- Tetap melanjutkan program pensiun.
Mengapa Re-design? Penyelenggara PPMP, khususnya yang kondisi pendanaannya masih belum terdanai penuh (fully funded), pada umumnya merasa terbebani, terutama karena
peningkatan nilai defisit yang diakibatkan peningkatan nilai Kewajiban Aktuaria yang lebih tinggi dari peningkatan kekayaan untuk pendanaan. Hal ini terutama disebabkan oleh :
- Tidak tercapainya target investasi kekayaan
-kenaikan gaji (Penghasilan Dasar Pensiun) yang melebihi asumsi
- faktor lainnya seperti penyimpangan asumsi demografi serta inefisiensi penyelenggaraan program.
Khususnya mengenai aspek kenaikan Gaji atau Phdp dalam PPMP, dimana perannya sangat dominan pada peningkatan jumlah Kewajiban Aktuaria, telah mengakibatkan tidak
fleksibelnya pemberi kerja dalam menetapkan kebijakan tentang reward bagi keryawannya.
Alternatif Design.
Banyak cara yang telah atau dapat dilakukan dalam me-redesign program pensiun, antara lain :
a. Membatasi kepesertaan program pensiun
b. Memformulasikan kembali manfaat pensiun
c. Membatasi tingkat kenaikan Penghasilan Dasar Pensiun (Phdp)
d. Membekukan Phdp atau Masa Kerja atau kedua-duanya
e. Membentuk programlain untuk masa kerja kedepan Inti dari re-design ini adalah bagaimana agar program kedepan akan memberikan fleksibilitas bagi Pemberi Kerja dalam menetapkan kebijakan bisnisnya dan dapat memberikan kepastian pada aspek
finansial, dalam arti kecilnya resiko financial dan lebih terprediksi.
Hal tersebut dilakukan dengan landasan bahwa hakhak pensiun yang sudah dimiliki oleh peserta dan pensiunan tidak boleh berkurang.
Mengapa Konversi PPMP Dipertimbangkan? Para penyelenggara PPMP berharap agar konversi PPMP - PPIP dapat membebaskan Pemberi Kerja dari kewajiban membayar dalam hal terjadi defisit. Dalam beberapa kasus tertentu bagi Pendiri DPPK, dimana
terdapat banyak pensiunan, sering mengalami kerepotan dengan kenaikan-kenaikan uang pensiun diluar yang dijanjikan pada peraturan Dana Pensiun. Kenaikan-kenaikan uang pensiun diluar yang dijanjikan tersebut secara cash dapat memunculkan pendanaan baru, lebih jauh secara akuntansi dapat mempengaruhi laporan keuangan perusahaan, baik neraca maupun Rugi/Laba. Dengan kata lain, konversi PPMP akan memberi kesempatan pada pemberi kerja untuk melepaskan para pensiunan, sehingga perusahaan akan lebih fokus pada karyawan aktifnya.
Apakah Konversi PPMP - PPIP Sederhana? Disisi lain, dengan melaksanakan PPIP, pemberi kerja berharap akan terlepas dari tanggung jawab untuk memperhatikan para pensiunan, sehingga perusahaan akan lebih fokus pada karyawan aktifnya. Konversi program pensiun harus dibedakan dengan likuidasi Dana Pensiun yang diakibatkan oleh
tidak adanya kemampuan dari Pendiri Dana Pensiun dalam membiayai kelanjutan program pensiun. Dalam konversi yang dibicarakan disini, lebih ditekankan pada pengalihan sistem pensiun, dimana Pemberi Kerja masih memiliki kemampuan untuk membiayai program pensiun. Proses pelaksanaan konversi PPMP menjadi PPIP bisa sangat
sederhana dan bisa sangat rumit. Suatu DPPK yang memiliki peserta relatif sedikit tanpa ada pensiunan dan dengan kekayan yang cukup banyak niscaya akan jauh lebih sederhana dibandingkan DPPK yang memiliki jumlah peserta aktif dan pensiunan yang banyak, serta dengan rasio pendanaan yang kurang dari 100%.
Kompleksitas Konversi.
Kerumitan dalam mengkonversi PPMP - PPIP dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini :
a. Jumlah peserta serta usia rata-rata peserta cukup tinggi
b. Formula program pensiun bulanan dan sudah terdapat pensiunan
c. Jumlah kekayaan DPPK kurang dari nilai kewajiban aktuaria
d. Mahalnya Anuitas Hidup (Life Annuity) dari asuransi jiwa, yang mengharuskan diperlukannya dana yang besar untuk mentransfer para pensiunan
e. Ketentuan perpajakan untuk pembelian anuitas yang harus dilakukan dimuka.
f. Sangat mungkin perlunya dana tambahan dari pemberi kerja untuk menjamin peserta (terutama yang segera akan pensiun) tidak dirugikan dengan adanya konversi tersebut. g. Masalah lain yang bersifat psikologis bagi karyawan serta pensiunan akibat pengalihan kefihak ketiga (asuransi jiwa) yang tidak ada kaitan dengan mereka.
Dengan kerumitan yang muncul akibat hal-hal tersebut diatas, maka konversi PPMP
; PPIP yang direncanakan oleh Pemberi Kerja menjadi kendala yang dapat menghambat dilaksanakannya konversi. Bagi perusahaan yang tidak terlalu mengakomodasi kekhawatiran karyawan serta pensiunan, mungkin akan lebih mudah melaksanakan konversi dibandingkan dengan perusahaan yang terlalu mempertimbangkan kekhawatiran
tersebut. Kuncinya adalah pada kemampuan pemberi kerja dalam mengkomunikasikan serta meyakinkan karyawan dan pensiunan, disamping kemampuan perusahaan dalam menanggulangi dampak finansial yang akan muncul. Mengapa Ada Dampak Finansial? Secara peraturan perundang-undangan apabila suatu DPPK yang memiliki kekayaan minimal sama dengan nilai Kewajiban Solvabilitasnya, maka tidak ada lagi dampak financial kepada Pendiri Kerja apabila konversi dilaksanakan. Dengan kata lain, apabila suatu DPPK melaksanakan konversi dimana nilai kekayaan DPPK lebih kecil dari nilai Kewajiban Solvabilitas, maka Pemberi Kerja harus menambahkan sebesar selisih
antara kekayaan dengan Kewajiban Aktuaria. Pada beberapa kejadian konversi, dimana kekayaan DPPK lebih besar dari Kewajiban Solvabilitas tetapi lebih kecil dari Kewajiban Aktuaria, Pemberi Kerja masih menambahkan sejumlah dana
sedemikian rupa sehingga kekayaan DPPK menjadi sama dengan nilai Kewajiban Aktuaria. Hal ini dilakukan oleh Pemberi Kerja secara sukarela, agar proses konversi dapat dilaksanakan dengan lancar, walaupun peraturan perundangundangan tidak menuntut ditambahkannya sejumlah dana. Bagaimana Pensiunan? Dampak finansial dari konversi
lebih banyak menimpa perusahaan yang memilki DPPK dengan jumlah peserta yang rata-rata usianya tinggi serta terdapat pensiunan yang cukup banyak. Kita ketahui bahwa manfaat yang diterima para pensiunan merupakan hak pensiun yang sudah jatuh tempo. Jadi manakala konversi dilaksanakan, maka hak-hak mereka harus dijamin tidak boleh berkurang nilainya. Akibat dari ini, maka diperlukan dana yang lebih besar untuk dapat membeli anuitas hidup dari Asuransi Jiwa. Disamping itu, perusahaan harus juga mempertimbangkan potensi berkurangnya manfaat pensiun dari
karyawan pada usia tertentu (potential loss) akibat konversi. Perhitungan konversi untuk kasus seperti tersebut diatas harus dilakukan secara hati-hati dan komprehensif. Perusahaan harus mengetahui betul dampak financial yang timbul,
sementara para karyawan harus yakin betul bahwa konversi tidak akan menjadikan hak mereka menurun. Untuk mengetahui adanya kelompok peserta yang berpotensi dirugikan, maka harus dilakukan suatu analisis atau perhitungan tertentu yang dapat menghasilkan suatu besaran yang seharusnya menjadi tanggungan pemberi kerja untuk menjamin hak-hak kelompok peserta tersebut tidak berkurang. Melihat bahwa langkah konversi tersebut ternyata tidak sederhana, maka banyak fihak penyelenggara program pensiun Manfaat Pasti yang pada akhirnya tetap melanjutkan program pensiunnya dengan kehati-hatian yang tinggi atau pada akhirnya cukup dengan me-redesign program pensiun.
Penulis adalah : Senior Consultant & President DirectorEldridge Consulting
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar